Kamis, 21 Januari 2010
Oksigen:Kawan atau Lawan?
Mahkluk hidup untuk dapat melakukan kerja membutuhkan energi. sumber energi utama adalah energi matahari. Akan tetapi, energi matahari ini tidak dapat langsung dimanfaatkan oleh mahkluk hidup secara langsung, melainkan harus diolah terlebih dahulu oleh tumbuhan menjadi senyawa gula dengan menggunakan bantuan gas karbondioksida. Senyawa gula ini akan dimanfaatkan oleh mahkluk hidup untuk memenuhi aktivitas kerja tubuh. Akan tetapi, senyawa gula saja kurang dapat dimanfaatkan oleh tubuh mahkluk hidup bila tidak terdapat oksigen.
Oksigen merupakan suatu elemen golongan VI A pada sistem tabel periodik yang terdapat bebas di alam. Di alam oksigen terdapat dalam 2 bentuk yaitu oksigen singlet dan oksigen triplet. Oksigen singlet merupakan oksigen dalam kondisi tereksitasi (excited state) dimana lebih reaktif dibanding dengan oksigen triplet. Oksigen singlet dapat terbentuk melalui proses fotosintesis atau melalui eksitasi reaksi kimia yang tidak membutuhkan cahaya. Oksigen singlet tidak mengikuti aturan hund dan terdapat 2 awan elektron yang bertemu pada orbital phi x. Oksigen inilah yang menyebabkan mahkluk hidup dapat menghasilkan energi. Akan tetapi, hasil sampingan dari oksigen ini, yang kita kenal dengan radikal bebas, merupakan sesuatu hal yang perlu diwaspadai.
Reduksi oksigen singlet di dalam tubuh, akan diubah menjadi senyawa superokside. Percobaan secara invitro dapat diketahui bahwa superokside dapat diperoleh secara elektrolisis oksigen, melarutkan KO2 ke dalam air, dll. Di dalam sistem biologis, superokside dapat dibentuk pada mitokondria (ubiquionone cythocrom c reductase dan NADH Dehydrogenase), membran retikulum endoplasma (NADPH-cytochrome P-450 Reductase), leukosit (NADPH Oxidase) dan sitoplasma (Flavin, katekolamin, hydroquinone, thiols, melanin, microsomal electron transport chain, cytochrom oxidase, ferrodoxin dsb). Radikal superokside yang berlebihan, akan menimbulkan reaksi autooksidasi yang berakibat pada kerusakan jaringan.
Radikal superokside dapat bereaksi dengan senyawa lain karena senyawa ini bersifat nucleophilic (menyerang inti) dan dengan adanya H (abstraksi hidrogen) dapat membentuk senyawa perhidroksil atau peroxynitrit yang beracun ( bersifat sitotoksik). Oleh karena itu, tubuh telah menyediakan sistem pertahanan terhadap radikal superokside ini melalui enzim SOD (superokside dismutase). Superokside dismutase dapat mencegah pengrusakan sel akibat superokside melalui reduksi Cu pada enzim ini kemudian mengembalikan Cu ini dalam kondisi semula (Cu 2+) dengan menggunakan ion hidrogen dan radikal superokside. Hasil akhir dari SOD adalah berupa oksigen dan hidrogen peroksida.
Hidrogen peroksida juga dapat diperoleh melalui penambahan ion hidrogen pada perhidroksil. Hidrogen peroksida bersifat toksik akibat reaksi fenton dimana akan menghasilkan senyawa radikal hidroksil yang lebih kuat dalam mengoksidasi. Oleh karena itu, tubuh langsung mendismutase senyawa ini menjadi air dan oksigen oleh enzim katalase. Hidrogen peroksida dapat dihasilkan oleh tubuh melalui beberapa reaksi oksidase seperti acyl-coA oxidase, D-aminoacid oxidase, urate oxidase, xanthine oxidase, gluthation oxidase dan monoamine oksidase. Enzim-enzim ini terdapat di peroksisome sehingga konsentrasi katalase akan tinggi pada daerah ini.
Radikal hidroksil merupakan radikal yang lebih reaktif dibanding dengan superokside atau hidrogen peroksida. Radikal hidroksil ini mampu mengoksidasi DNA secara langsung disamping senyawa lain seperti lemak, protein atau gula. Selain melalui reaksi fenton (dengan bantuan besi), radikal hidroksil dapat terbentuk dari hidroksilasi senyawa cincin aromatik.
Pada kondisi patologis, terjadi kenaikan kadar radikal bebas di dalam darah. Kenaikan kadar radikal bebas ini dapat disebabkan oelh beberapa hal, namun peneliti membaginya menjadi penyebab primer dan sekunder. Penyebab primer adalah akibat paparan langsung terhadap radiasi, sedangkan sekunder disebabkan oleh trauma yang diperantarain oleh reaksi biokimia seperti aktivitas dari enzim xantine oksidase, produksi ROS oleh granulosit, aktivasi dari phospholipase, dsb. kondisi ini akan meningkatkan jumlah ROS sedangkan antioksidan di dalam tubuh menurun. kondisi ini disebut dengan stress oksidatif.
Oleh karena itu, apakah oksigen itu kawan atau lawan? anda sendiri yang dapat menyimpulkannya. akan tetapi, penulis menyimpulkan bahwa oksigen dapat menjadi kawan ataupun lawan tergantung situasi dan kondisi. Sebagai contoh, mekanisme pertahanan tubuh oleh monosit atau makrofag membutuhkan radikal oksigen utnuk membunuh mikroorganisme yang masuk. bagaimana dengan pendapat anda?
0 komentar:
Posting Komentar